Tafsir Surat Al-Fatihah
|
Tafsir Surat Al-Fatihah bag 1 |
Surat Al-Fatihah, yang diawali dengan ayat "بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ" (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang), adalah pintu gerbang ilmu dan kebijaksanaan yang tertuang dalam Al-Qur'an. Dalam artikel ini, kita akan melakukan perjalanan mendalam melalui ayat-ayat pertama hingga terakhir dari Surat Al-Fatihah, untuk mengungkap makna spiritual, hikmah, dan pesan universal yang terkandung di dalamnya.
Ayat pertama, dengan rangkaian kata yang penuh rahmat dan kasih sayang, membuka pintu pemahaman tentang sifat-sifat Ilahi yang mengasuh dan memelihara seluruh alam semesta. Dari sini, kita akan meresapi pentingnya mengawali setiap tindakan dengan menyebut nama Allah, mengingatkan kita akan kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan.
Langkah demi langkah, kita akan menyelami tafsir dan makna dari setiap ayat, merenungkan implikasi filosofisnya dalam konteks kemanusiaan dan hubungan kita dengan Sang Khalik. Ayat demi ayat, Surat Al-Fatihah memandu kita melintasi jalan spiritual yang membimbing menuju keseimbangan dalam hidup, serta memberikan panduan tentang bagaimana bersyukur dan memohon petunjuk dari Sang Maha Pemurah.
Kita juga akan memahami bagaimana Surat Al-Fatihah memiliki julukan seperti "As-sab'ul mas'ani" (Tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang), "Al-Qur'anul 'azim" (Al-Qur'an yang agung), "Ummul Kitab" (Induk Kitab), dan "Fatihatul Kitab" (Pembuka Kitab). Setiap julukan ini mengungkapkan kedalaman dan keistimewaan surat ini.
Dalam artikel ini, kita akan menggali interpretasi dari para ulama terkemuka dan mendapatkan wawasan tentang bagaimana Surat Al-Fatihah mampu menjembatani dunia materi dan spiritual, serta memberikan panduan etika dan moral yang kokoh bagi kehidupan sehari-hari. Melalui eksplorasi ayat demi ayat, kita akan menemukan harta karun tafsir yang mencerahkan jiwa dan membimbing kita dalam memahami esensi Islam secara lebih mendalam.
Mari kita memulai perjalanan spiritual ini, memahami makna tafsir Surat Al-Fatihah yang membawa cahaya dan hikmah bagi kehidupan kita.
Asbabun Nuzul Surat Al-Fatihah.
Kita tentu sangat hafal dengan Surat Al-Fatihah. Surat yang dibaca terus-menerus setiap kali shalat pada setiap rakaatnya. Bahkan kita sudah bisa melafalkannya dengan mudah tanpa menghafal. Namun, tahukah kita bagaimana sebab turunnya atau asbabun nuzul surah ini?
Sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah Muhammad ﷺ:
“Surah al-Fatihah turun di Mekah dari perbendaharaan di bawah.‘arsy.’”
Riwayat lain menyatakan, Amr bin Shalih bertutur kepada kami: “Ayahku bertutur kepadaku, dari al-Kalbi, dari Abu Salih, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Nabi berdiri di Mekah, lalu beliau membaca, Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Segala.puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam.Kemudian orang-orang Quraisy mengatakan,
“Semoga Allah menghancurkan mulutmu (atau kalimat senada).”
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda saat Ubai bin Ka’ab membacakan Ummul Quran pada beliau, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, Allah tidak menurunkan semisal surat ini di dalam Taurat, Injil, Zabur dan al-Quran. Sesungguhnya surat ini adalah as-sab’ul matsani (tujuh kalimat pujian) dan al-Quran al-’Azhim yang diberikan kepadaku.”
Surat Al-Fatihah yang merupakan surat pertama dalam Al Qur’an dan terdiri dari 7 ayat adalah masuk kelompok surat Makkiyyah, yakni surat yang diturunkan saat Nabi Muhammad di kota Mekah.
Dinamakan Al-Fatihah, lantaran letaknya berada pada urutan pertama dari 114 surah dalam Al Qur’an. Para ulama bersepakat bahwa surat yang diturunkan lengkap ini merupakan intisari dari seluruh kandungan Al Qur’an yang kemudian dirinci oleh surah-surah sesudahnya.
Surah Al-Fatihah adalah surah Makkiyyah, yaitu surah yang diturunkan di Mekkah sebelum Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah. Surah ini berada di urutan pertama dari surah-surah dalam Al-Qur’an dan terdiri dari tujuh ayat.
Tema-tema besar Al Qur’an seperti masalah tauhid, keimanan, janji dan kabar gembira bagi orang beriman, ancaman dan peringatan bagi orang- orang kafir serta pelaku kejahatan, tentang ibadah, kisah orang-orang yang beruntung karena taat kepada Allah dan sengsara karena mengingkari-Nya, semua itu tercermin dalam kandungan Surah Al Fatihah.
Nama Lain Surat Al-Fatihah.
1. Al-Fatihah/Fatihatul Kitab/Fatihatul Quran
Al-Fatihah artinya adalah pembukaan, sehingga Fatihatul Kitab bermakna pembukaan dari kitab dan Fatihatul Quran bermakna pembukaan dari Al-Quran. Nama ini diambil dari sebuah sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"لاَ صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ"
"Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shomit).
Perlu diperhatikan bahwa surat ini dinamakan sebagai pembukaan jika dilihat dari sisi penyusunan Al-Quran dalam bentuk tertulis, bukan dari sisi urutan penurunan ayat-ayatnya. Berdasarkan pendapat yang lebih tepat, surat yang pertama turun adalah surat Al-Alaq.
2. Ummul Quran dan Ummul Kitab
Ummul Quran maknanya adalah induk atau inti dari Al-Quran, sedangkan Ummul Kitab maknanya adalah induk atau inti dari kitab. Dinamakan demikian karena inti dari kandungan Al-Quran juga terdapat di dalam Al-Fatihah. Nama ini bersumber dari sebuah hadis Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
"الْحَمْدُ لِلَّهِ أُمُّ الْقُرْآنِ وَأُمُّ الْكِتَابِ وَالسَّبْعُ الْمَثَانِي"
"(Surat) Alhamdulillah (yaitu Al-Fatihah) adalah ummul qur’an, ummul kitab dan as-sab’ul matsani." (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah)
3. As-Sab’ul Matsani
As-Sab’ul Matsani secara harfiah berarti tujuh (ayat) yang diulang-ulang. Nama ini tidak hanya disebutkan dalam hadis yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi juga ditemukan dalam ayat berikut (yang artinya):
"Dan sungguh Kami telah memberikan kepadamu tujuh (ayat) yang berulang-ulang dan Al-Qur'an yang agung." (QS. Al-Hijr: 87)
Penggunaan istilah "tujuh ayat yang berulang-ulang" mengacu pada kenyataan bahwa Surat Al-Fatihah dibaca berulang-ulang dalam setiap rakaat salat. Karena itu, surat ini memiliki status khusus sebagai inti dari ibadah salat dan diulang-ulang dalam setiap shalat yang dilakukan.
4. Al-Quran Al-Azim
Makna Al-Azim adalah "Yang Agung". Nama ini bersumber dari Surat Al-Hijr yang telah disebutkan sebelumnya:
"Dan sungguh Kami telah memberikan kepadamu tujuh (ayat) yang (dibaca) berulang-ulang dan Al-Qur'an yang agung." (QS. Al-Hijr: 87).
Berdasarkan penjelasan Ibnu Katsir dalam tafsirnya, yang dimaksud dengan Al-Quran Al-Azim dalam ayat tersebut adalah Surat Al-Fatihah. Penjelasan ini juga diperkuat oleh sebuah hadis di mana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَالْقُرْآنُ الْعَظِيمُ الَّذِي أُوتِيتُهُ"
"Alhamdulillahirabbil 'alamin (surat al-Fatihah) adalah as-sab’ul matsani dan al-Qur’an yang agung yang dikaruniakan padaku." (HR. Bukhari dari Abu Sa’id bin al Mu’alla).
Penjelasan ini menggambarkan bagaimana Surat Al-Fatihah memiliki status yang agung dalam Al-Qur'an, dan memiliki peran penting sebagai inti dan pembuka dalam setiap ibadah salat.
5. Ash-Shalah
Nama ini diambil dari sebuah hadis Qudsi, dimana Allah berfirman:
"Aku membagi Ash-Shalah antara aku dan hambaku menjadi dua bagian. Apabila seorang hamba berkata:
الحمد لله رب العلمين
Allah menjawab: ‘Hambaku memujiku’. Dan apabila seorang hamba berkata:
الرحمن الرحيم
Allah menjawab: ‘Hambaku menyanjungku’. Dan apabila seorang hamba berkata:
ملك يوم الدين
Allah menjawab: ‘Hambaku mengagungkanku’. Dan apabila seorang hamba berkata:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Allah berkata: 'Ini adalah dua bagian antara aku dan hambaku. Dan untuk hambaku apa yang dia inginkan'." (HR. Muslim (390) dari Abu Hurairah)
Yang dimaksud dengan Ash-Shalah dalam hadis tersebut adalah Al-Fatihah.
Penjelasan ini menunjukkan bahwa setiap ayat dalam Surat Al-Fatihah memuat interaksi khusus antara Allah dan hamba-Nya. Setiap bagian surat ini mencerminkan hubungan yang berbeda antara hamba dan Pencipta, dan setiap kalimat dijawab oleh Allah dengan pujian, sanjungan, atau pengagungan yang lebih tinggi. Sehingga, Ash-Shalah menggambarkan bagaimana setiap kalimat dalam Al-Fatihah membentuk komunikasi spiritual yang unik antara manusia dan Allah.
6. Ar-Ruqyah
Ar-Ruqyah dinamakan demikian karena terkait dengan kisah dalam hadis sahih di mana para sahabat diminta untuk meruqyah seseorang yang tersengat kalajengking. Dalam kasus ini, para sahabat membacakan Surat Al-Fatihah kepada orang yang tersengat, dan dengan segera orang tersebut diberi kesembuhan oleh Allah. Ketika para sahabat menceritakan insiden tersebut kepada Nabi shallallaahu’alaihi was sallam, beliau bersabda: "Tahukah engkau bahwa (Al-Fatihah) itu adalah Ruqyah?" (HR. Bukhari (2276) dan Muslim (2201) dari Abu Sa’id Al-Khudri).
Penjelasan ini menggarisbawahi bagaimana bacaan Surat Al-Fatihah memiliki kekuatan penyembuhan dan perlindungan ketika digunakan dalam meruqyah. Ruqyah adalah praktik membaca ayat-ayat Al-Qur'an atau doa-doa tertentu sebagai upaya untuk mengobati penyakit fisik atau spiritual. Dalam konteks ini, Ar-Ruqyah mengacu pada keistimewaan Surat Al-Fatihah sebagai bacaan yang memiliki kekuatan penyembuhan dan perlindungan yang diberikan oleh Allah.
7. Asy-Syifa
Asy-Syifa, yang bermakna "penawar", diberikan nama ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan dalam Sunan Ad-Darimi dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri secara marfu’, yang mengatakan:
"فاتحة الكتاب شفاء من كل سم"
"Al-Fatihah sebagai syifa (penawar) dari segala racun." (HR. At-Tirmidzi no. 2878 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/259).
Nama Asy-Syifa menyoroti sifat luar biasa dari Surat Al-Fatihah sebagai sebuah "penawar" yang efektif. Hadis ini menunjukkan bahwa Al-Fatihah memiliki kekuatan untuk meredakan dan menyembuhkan berbagai bentuk bahaya atau "racun", baik itu dalam konteks fisik maupun spiritual. Hal ini mencerminkan bagaimana bacaan Al-Fatihah memiliki potensi penyembuhan yang luar biasa dan dianggap sebagai penawar yang ampuh untuk melawan segala bentuk keburukan.
Keutamaan - Keutamaan surat Al Fatihah
1. Al-Fatihah adalah Surat Paling Agung di dalam Al-Qur'an
Dari Abu Sa’id bin Al-Mu’alla radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku, ‘Maukah aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung di dalam Al-Qur'an, sebelum kamu keluar masjid?’ Lalu, beliau menggandeng tanganku. Ketika kami hendak keluar, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah! Tadi Anda berkata, ‘Aku akan mengajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam Al-Qur'an?’ Beliau pun bersabda, ‘Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin (surat Al-Fatihah), itulah tujuh ayat yang diulang-ulang (As-Sab’u Al-Matsani) dan bacaan yang agung (Al-Qur'an Al-‘Azhim) yang diberikan kepadaku.’” (HR. Bukhari)
Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidaklah Allah menurunkan di dalam Taurat, Injil, maupun Al-Qur'an, sesuatu yang menyamai Ummul Kitab, yaitu As-Sab’u Al-Matsani.” (HR. Ibnu Khuzaimah)
Allah Ta’ala berfirman,
"وَلَقَدْ ءَاتَيْنَـٰكَ سَبْعًۭا مِّنَ ٱلْمَثَانِى وَٱلْقُرْءَانَ ٱلْعَظِيمَ"
“Sungguh Kami telah mengaruniakan kepadamu (Muhammad) As-Sab’u Al-Matsani (tujuh ayat yang diulang-ulang) dan Al-Qur'an Al-‘Azhim (bacaan yang agung).” (QS. Al-Hijr: 87)
Penjelasan ini menggarisbawahi status istimewa Surat Al-Fatihah di dalam Al-Qur'an. Nama-nama seperti "As-Sab'u Al-Matsani" (tujuh ayat yang diulang-ulang) dan "Al-Qur'an Al-'Azhim" (bacaan yang agung) menunjukkan keutamaan dan kedalaman makna surat ini. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam secara langsung menyebut Al-Fatihah sebagai surat paling agung, dan hadis tersebut mengungkapkan kekhususan dan signifikansi yang luar biasa dari surat ini dalam kehidupan kaum Muslimin.
2. Membaca Al-Fatihah Termasuk Rukun Shalat.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan salat dan tidak membaca Ummul Qur’an (surat Al-Fatihah) di dalamnya, maka salat itu pincang.” Beliau mengatakannya tiga kali. Pincang maksudnya adalah tidak sempurna. (HR. Muslim dalam Kitab Ash-Sholah [395])
Imam Al-Baghawi rahimahullah berkata, “Mayoritas ulama dari kalangan Sahabat maupun sesudah mereka berpendapat bahwasanya tidak sah salat tanpa membaca Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah) apabila orang itu bisa membacanya. Di antara mereka adalah ‘Umar, ‘Ali, Jabir, ‘Imran bin Hushain, dan para Sahabat yang lain. Inilah yang dianut oleh Ibnul Mubarak, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq.” (lihat Syarh As-Sunnah [3/46] cet. Al-Maktab Al-Islami)
Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak sah salat orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah).” (HR. Bukhari dalam Kitab Al-Adzan [756] dan Muslim dalam Kitab Ash-Shalah [394]). Dalam riwayat Muslim juga diriwayatkan dengan lafal, “Tidak sah salat orang yang tidak membaca Ummul Qur’an.
3. Al-Fatihah Bisa Untuk Me-ruqyah
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa suatu ketika sekelompok Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berada dalam perjalanan. Kemudian mereka melewati sebuah kabilah Arab. Mereka meminta disambut sebagai tamu, tetapi permintaan itu ditolak oleh kabilah tersebut. Namun, setelah itu mereka bertanya, “Apakah di antara kalian ada yang pandai meruqyah? Karena pemimpin kabilah terkena sengatan binatang berbisa atau tertimpa musibah.” Salah seorang lelaki di antara rombongan pun berkata, “Iya.” Dia pun mendatanginya dan meruqyahnya dengan Fatihatul Kitab hingga sembuh. Setelah itu diberikanlah sejumlah kambing sebagai upah atasnya, tetapi orang itu enggan menerimanya. Dia mengatakan, “Tidak, sampai aku ceritakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” Lalu, dia pun menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan melaporkan hal itu kepada beliau. Dia berkata, “Wahai Rasulullah! Demi Allah, aku tidak meruqyah, kecuali dengan Fatihatul Kitab (surat Al-Fatihah) saja.” Beliau pun tersenyum seraya bersabda, “Dari mana kamu tahu bahwa ia adalah ruqyah?” Kemudian beliau memerintahkan, “Ambillah pemberian mereka, dan sisihkan juga jatahku bersama kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Dahulu kami biasa melakukan ruqyah/ jampi-jampi di masa jahiliyah. Maka, kami pun mengadukan hal itu, ‘Wahai Rasulullah! Bagaimana menurut anda tentang hal itu?’ Beliau menjawab, ‘Tunjukkan kepadaku bagaimana bacaan ruqyah kalian. Tidak mengapa meruqyah selama tidak mengandung unsur kesyirikan.’” (HR. Muslim)
Hadis di atas menunjukkan bahwa ruqyah yang terlarang adalah ruqyah yang mengandung unsur kesyirikan atau yang tidak mengikuti tuntunan syari’at.
Dari Abdul Aziz, dia berkata, “Aku dan Tsabit datang menemui Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu. Tsabit berkata, ‘Wahai Abu Hamzah, aku sedang sakit.’ Anas berkata, ‘Maukah aku ruqyah engkau dengan bacaan ruqyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?’ Dia menjawab, ‘Iya tentu saja.’ Anas pun membaca, ‘Allahumma Rabban naasi, Mudzhibal baasi. Isyfi anta asy-Syaafii. Laa syaafiya illa anta. Syifaa’an laa yughaadiru saqoma.’” (HR. Bukhari)
Para ulama membolehkan ruqyah apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Pertama: Bacaan ruqyah itu berasal dari ayat Al-Qur’an atau bacaan yang dituntunkan di dalam As-Sunnah, atau dengan menggunakan nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Kedua: Diucapkan dengan bahasa Arab dan jelas maknanya.
Ketiga: Tidak boleh mengandung unsur hal-hal yang bertentangan dengan syari’at, misalnya berisi doa kepada selain Allah, meminta keselamatan kepada jin atau yang semacam itu.
Keempat: Harus diyakini bahwa bacaan itu tidak bisa berpengaruh dengan sendirinya tetapi bergantung kepada takdir Allah ‘Azza Wajalla. (lihat penjelasan Syekh Shalih Alu Syekh dalam At-Tam-hid li Syarh Kitab At-Tauhid, hal. 108 cet. Dar At-Tauhid, penjelasan Syekh Ibnu Utsaimin dalam Al-Qaul Al-Mufid ‘ala Kitab At-Tauhid [1/117] cet. Maktabah Al-‘Ilmu, dan keterangan Ibnu Hajar dalam Fath Al-Bari [4/525] [10/220] cet. Dar Al-Hadits)
Sumber
Penulis